Wednesday, July 24, 2013



 PIKIRAN DAN TINDAKAN



   
Drs. Hendra Triwarman
KABUPATEN LIMA PULUH KOTA
2013
                                                       






                                                    
Ucapan terimakasih kepada semua masyarakat Mungka yang telah mengaspirasi penulisan buku ini.

Buku ini juga dimuat di http:// nagarimungka.blogspot.com


                                                               

Sambutan

H. Yulman Hadi, SE, Sip, MM.
Caleg DPR RI SUMBAR-2 Tahun 2014

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Saya menyambut baik dan mendukung inisiatif Sdr. Hendra Triwarman untuk menulis sebagian perjalanan hidupnya dalam bentuk buku yang diberi judul Pikiran dan Tindakan. Hal-hal yang tertuang dalam buku ini memberi pesan yang sangat kuat tentang kesetian pada idealisme, alur berpikir yang jelas dan ketulusan hati dalam melakukan pengabdian masyarakat.

Terlepas dari tujuan menulis buku ini sebagai upaya politik seorang Caleg DPRD Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2014, pokok-pokok pikiran yang tertuang sudah semestinya menjadi perhatian serius di segala jenjang di Pemerintahan Negara kita. Persoalan yang disampaikan adalah hal-hal universal terjadi dalam masyarakat kelas bawah yang digelutinya. Harmoni kehidupan tersebut  disuarakan dengan jujur, bijaksana  dengan bahasa yang mudah dipahami.

Akhir kata saya menyampaikan, bahwa buku ini bukanlah sekedar propaganda politik, tetapi lebih tepat saya menyebut; potret kehidupan masyarakat kelas bawah yang terlahir dari pikiran seorang yang memiliki ilmu akademis dan empiris. Semoga apa-apa yang menjadi perjuanganya mendapat  kemudahan dan bimbingan Allah Subhhana Hu Taala. Amin.

Assalamu’alaikum Wr.Wb.


Bukittinggi,  8 Juli 2013

Caleg DPR-RI Partai Golkar

 ttd

H. Yulman Hadi, SE, Sip, MM        
                                                                                       

Sambutan

Lasmidar
Caleg DPRD Provinsi Dapil V Sumbar Tahun 2014


Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Menanggapi  tulisan Sdr. Drs.Hendra Triwarman  Caleg DPRD Kabupaten Lima Puluh Kota dari Partai Golkar  daerah Pemilihan IV (Kec.Mungka, Kec.Guguak dan Kec.Harau) tahun 2014 berjudul PIKIRAN DAN TINDAKAN sangat menarik sekali. Sepengetahuan saya, Hendra  Triwarman adalah pelopor di Kabupaten Lima Puluh Kota mengunakan autobigrafi sebagai media sosialisasi calon anggota legislatif.

Ide cemerlang yang tertuang dalam bukunya, berupa visi dan misi-nya sebagai  anggota Dewan Wakil Rakyat lahir dari sebuah proses berpikir yang sangat matang. Hal ini, tentu tidak terlepas dari pengalamanya sebagai Wali Nagari, serta pengalaman berorganisasi pada ruang lingkup yang lebih luas. Uraian dalam bukunya menunjukkan, bahwa beliau sangat memahami anatomi geografis daerah pemilihannya dan merumuskan dengan baik langkah-langkah yang bakal ditempuhnya sebagai anggota legislatif.

Selamat berjuang kepada saudara Hendra. Harapan dan impian masyarakat ditangan-mu. Semoga berhasil . Amin.

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Tanjung Pati, 8 Juli 2013

Caleg DPRD Provinsi Dapil V Sumbar

tdd

Lasmidar


Sambutan

Safaruddin, SH Dt. Bandaro Rajo
Ketua DPD Partai Golkar Kab.Lima Puluh Kota


Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Ketika ide penulisan buku ini pertamakali disampaikan oleh penulis, saya langsung menyetujuinya dan memberikan dukungan sepenuhnya. Metoda kampanye seperti ini merupakan implementasi dari Undang-undang RI Nomor 15 Tahun 2011. Sangat mendidik, inovatif dan efektif. Harapan kita, cara seperti ini lebih menyehatkan demokrasi daerah kita, sebab masyarakat bisa memilih berdasarkan kesesuaian persepsi dan cita-cita, serta pertimbangan kualitas berpikir dan moral seorang calon legislatif-nya

Meningkatkan dan memperbaiki Sumber Daya Manusia kader-kader Partai Golkar  merupakan kebijakan partai yang tidak mungkin bisa ditunda lagi. Visi dan Misi Partai Golkar harus mampu diterjemahkan dengan baik  oleh semua kader partai di segala lapisan organisasi untuk menjawab segala tantangan yang ada. Kearifan masyarakat dalam memilih anggota legislatif sangat menentukan kualitas lembaga Dewan Pertimbangan Raknyat secara menyeluruh. Kualitas lembaga DPR selalu berbanding lurus dengan kualitas kehidupan masyarakat.

Demikianlah sambutan ini disampaikan. Mudah-mudahan buku ini memberikan makna dalam kehidupan demokrasi di masyarakat kita, Kabupaten Lima Puluh Kota yang lebih berkeadilan sosial. Amin.

Assalamu’alaikum Wr.Wb.


Tanjung Pati, 10  Juli 2013

Ketua DPD Partai Golkar Kab.Lima Puluh Kota

dtt

Safaruddin, SH Dt.Bandaro Rajo

                                                                                 
Sambutan

Dr.Ir. H. Herman Darnel Ibrahim Msc.
Caleg DPD RI Sumbar tahun 2014-2019



Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Ketika saya diminta untuk memberi sambutan dalam autobiografinya, saya merasa mendapat kehormatan yang luar biasa. Keinginan saya untuk memahami pikiran dan tindakanya yang tertuang dalam draft tulisanya memotivasi saya untuk membacanya sampai selesai. 

Hal yang disimpulkanya dalam proses kehidupan yang dilaluinya sangat relevan  dengan idealisme yang saya pahami. Idealisme yang memberi kekuatan untuk lebih bisa memaknai kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Saya bangga dengan wawasanya dan kejujuran alur berpikirnya. Ternyata, banyak adik-adik saya yang mempunyai kemampuan intelektual komit mengabdikan  keseluruhan hidupnya untuk kemajuan masyarakat nagari kita.  

Adinda Hendra! Mari kita awali langkah ini dengan Basmallah. Mudah-mudahan Allah Subhhana Hu Taala selalu menjaga langkah kita dan tetap dalam ridho-Nya. Amin.

Assalamu’alaikum Wr.Wb.


Talang Maur, 7  Juli 2013

Caleg DPD RI Sumbar 2014-2019

dtt

Dr.Ir. H. Herman Darnel Ibrahim Msc.

Sambutan

 



Nini  Maryon Chatib, SH, M.KN

Anggota MPR-RI Tahun 1997-1999
NOTARIS-PPAT di Jonggol, Kab. Bogor

Tokoh Wanita Nasional, asal Nagari Kubang.
Alumni SMPN 1 Dangung-dangung, Kec. Guguk, Kab. Lima Puluh Kota


Assalamu’alaikum wr wb

Tekad, tindakan, motifasi, serta kerja keras adinda Drs. Hendra Triwarman patut menjadi referensi bagi kalangan muda sebagai penyambung tongkat estafet kepemimpinan bangsa.  Pokok-pokok pikirannya serta hasil-hasil yang telah dicapai selama pengabdiannya pada masyarakat patut diapresiasi dan diteladani.

Kemakmuran suatu masyarakat akan, secara bersama, dapat dicapai apabila jeli memanfaatkan sumber daya alam yang telah Allah anugerahkan dan dikelola oleh sumber daya manusia yang cerdas dan terampil di bawah kepemimpinan yang bijak bagi seluruh masyarakat.  Semua komponen masyarakat harus jeli melihat dan memanfaatkan setiap peluang kemajuan bersama.

Idealisme pemimpin akan makin terasah apabila dia juga makin dewasa dan bijak dalam menyikapi dinamika kehidupan yang sangat pesat.  Tetaplah berjuang, berjuang, dan berjuang demi kesejateraan ummat.  Kuatkan tekad, mantapkan niat seraya berserah diri kepada Allah SWT.

Insya’allah, apa yang menjadi angan dan hendak dicapai oleh adinda Drs. Hendra Triwarman dapat terwujud dan mendatangkan kemashlahatan bagi ummat manusia.  Amin ya robbal ‘alamin.

Jakarta, 1 Nopember 2013

 dto

Nini Maryon Chatib, SH., M.Kn.


Pengantar

Ide menulis buku ini muncul sebagai bahan sosialisasi atau bahan kampanye pencalonan saya sebagai anggota Legislatif Kabupaten Lima Puluh Kota, Partai Golkar Nomor Urut. 7 Dapil 4 (Mungka, Guguk dan Harau) pemilu tahun 2014. Buku kecil ini muncul dari upaya menuangkan pokok pikiran serta tindakan selama mengabdikan diri dalam kehidupan masyarakat. Sumber pemikiran berasal dari perenungan dan masukan dari luar, seperti membaca buku, media masa, diskusi, serta pengamatan langsung terhadap lingkungan. Tindakan adalah wujud nyata dari proses berpikir dalam rangka memaknai kehidupan masyarakat banyak, keluarga dan juga kehidupan diri sendiri.

Memperkenalkan diri seperti ini, merupakan upaya menghindari perilaku buruk dalam berpolitik. Mencoba mengajak masyarakat berdemokrasi secara baik dengan menetapkan pilihanya berdasarkan kesesuain persepsi dan cita-cita, bukan disebabkan oleh kekuatan uang, pintar mengumbar janji, tipu muslihat atau perilaku buruk lainnya.

Dalam penulisan buku ini saya sangat berhati-hati dan berusaha keras menghindari munculnya pandangan; bahwa orang ini hanya yang ingin menyombongkan diri dan ingin menyorong-nyorongkan badan belaka. Jika kesan seperti ini masih tertangkap juga oleh pembaca, terlebih dahulu mohon maaf yang sebesar-besarnya. Harapan saya, kesimpulan dari pembaca dapat menjadi referensi bagi masyarakat pemilih untuk menetapkan pilihannya.

Mudah-mudahan Allah selalu tetap  menjaga dan membimbing langkah saya  dalam menjalankan upaya politik ini dan menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak diridhoi-Nya.Terpilih atau tidaknya itu adalah hal yang terbaik  yang diberikan Allah dan saya tetap memohonkan selalu dalam  ridho-Nya. Amin.
                                           

Selamat  membaca

dtt

Drs. Hendra Triwarman
 
Identitas

Hendra Triwarman adalah seorang pria kelahiran Mungka tanggal 28 Maret 1968. Tepatnya di Kampuang Jambak Pitopang, Jorong Mungka Tengah. Anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan  bernama Awiskarni dan Djusnayulis (Bu Jus).

Hendra Triwarman yg keseharianya dipanggil Enda tumbuh dan berkembang  dalam lingkungan keluarga yang sangat menghormati dunia pendidikan. Sikap ini didasari profesi kedua orang tua yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Bapak terakhir mengajar dan pensiun sebagai guru di SMPN Bunga Setangkai, Lampasi, Payakumbuh dan ibu pensiun sebagai guru  di SMPN No.1 Mungka (dulunya SMPN Mungka) ditahun yang sama  1993. Pernikahanya dengan Linda Oktaviana, SP, alumni Fakultas Pertanian, Jurusan Hama dan Penyakit, Universitas Andalas dikarunia seorang anak perempuan yang diberi nama Kintan Puti Alami. Tahun 2013 ini tamat dari pendidikan dasar di SDN 03 Mungka dengan prestasi nilai sempurna pada ujian nasional. Mudah-mudahan Allah selalu menjaganya. Amin.

Pendidikan                         

Selesai kuliah di Fakultas Sastra, Sastra Indonesia, spesifikasi Ilmu Filsafat, di Universitas Andalas tahun 1993 mendapatkan gelar akademik Drs. Tahun yang sama merantau ke Jakarta dan masuk kedunia kerja swasta. Pilihan seperti ini, berbeda dengan keinginan kedua orang tuanya yang lebih menginginkan berkerja sebagai pegawai negeri di pemerintahan mengikuti perjalanan  karir kedua kakak (adik satu-satunya perempuan akhirnya juga sebagai pegawai negeri, dosen pengajar di Universitas Andalas). Pilihan yang berbeda dari empat bersaudara ini akhirnya bisa dimaklumi oleh kedua orang tua dan kemudian mendorongnya mengeluti dunia usaha.

Pekerjaan

Tahun 1998 atas permintaan orang tua kembali ke Mungka. Alasan utama, ibu jatuh sakit dan mengalami kelumpuhan permanen. Melihat kondisi ibu seperti itu di kampung, akhirnya semakin memantapkan hatinya untuk hidup, tumbuh dan berkembang dikampung halaman sendiri, sebagai pelaku di dunia wira usaha; budidaya, pengolahan hasil, pemasaran perikanan dan pemasaran alat-alat kesehatan.

Organisasi

Tahun 2005 menjadi Wali Nagari Mungka sampai tahun 2010. Semasa menjabat sebagai Wali Nagari Mungka menjabat sebagai, Sekretaris di Forum Komunikasi Wali Nagari Se-Kabupaten Lima Puluh kota dan Forum  Komunikasi Wali Nagari Se-Sumatera Barat. Sebelumnya sempat menjadi Ketua di KUN Mungka, Wakil Ketua organisasi pemuda nagari, Ketua di Surau Gading Mungka, sekretaris Nagari Mungka, Pjs. Wali Nagari Mungka, dan juga aktif di partai politik. Tahun 2010 masa jabatan sebagai Wali Nagari diselesaikan dan tidak mencalonkan diri lagi dalam pemilihan selanjutnya.

Untuk rencana yang lebih besar dalam rangka memaknai dirinya sebagai orang yang lebih bermanfaat bagi masyarakat banyak, terlebih dahulu mencoba lebih fokus mengurus usaha memperkuat ekonomi keluarga. Selang tidak beberapa lama, ketika niatnya sementara waktu mengurangi aktifitas pengabdian masyarakat dan politik, malah ketika menghadiri rapat wali murid  di SDN 03 Mungka peserta rapat secara aklamasi wali murid memyerahkan amanah sebagai Ketua Komite, dan juga dirapat Komite se- Kecamatan  Mungka ditugaskan pula  sebagai Ketua Forum Pendidikan Kecamatan Mungka, terus KUN Mungka (yang dahulunya sempat dipimpinya) di rapat anggota secara aklamasi  ditunjuk sebagai ketua Badan Pertimbangan sampai sekarang.

Almarhumah Ibunda tercinta Djusnayulis.Walau secara medis beliau tidak bisa disembuhkan, tapi tetap tersenyum. Foto ini diambil beberapa hari setelah beliau dipulangkan dari rumah sakit.

Dari kiri ke kanan: .Efrinaldi, Erya Mulawarman (kakak), Rizaldi (sepupu), Hendra Triwarman, Ujang Malik (sepupu), Ison. Depan: Ratni Primalita (adik)

Saya, Masyarakat  Nagari dan  Pemerintahan

Saya 

Masa-masa kuliah tahun 1987-1993, bagi saya adalah masa-masa pembentukkan karakter idealisme. Idealisme yang tumbuh dan berkembang  dari rasa keperihatinan terhadap kehidupan masyarakat bawah yang selalu terpinggirkan dalam ekonomi, sosial, dan juga  politik. Idealisme itu  tumbuh tidak sehat, sebab berada pada masa dan  lingkungan yang tidak tepat, malah bibit-bibit idealisme semacam ini sengaja dibunuh oleh tirani yang begitu kuat dengan dalih merongrong kewibawaan pemerintah.

Idealisme  yang tumbuh itu, tidak terlepas dari latar belakang pendidikan dimasa-masa kecil dan remaja dalam keluarga dan lingkungan; kehidupan surau, masyarakat kelas bawah dan pendidikan formil. Semua nilai-nilai luhur, tentang moral dan nilai-nilai keagamaan dimasa-masa pendidikan dasar itulah, betul-betul  dipompakan kedalam diri kami berempat, sehingga bibit tersebut siap untuk disemaikan dikemudian hari. Terimakasih kepada kedua orang tua saya yang telah membesarkan kami dengan baik dan memberikan kepada kami kehidupan yang penuh pendidikan, juga mendasari kejiwaan kami dengan nilai-nilai keagamaan yang sangat kuat. Nilai-nilai luhur kehidupan yang telah kami pahami  dari masyarakat yang tumbuh dalam budaya Adat besandikan Syarak dan Syarak bersandikan Kitab Allah, dan juga memahami dasar negara yang ber-Pancasila betul-betul menjadi pusat kendali pikiran dan jiwa untuk menentukkan arah tindakan dalam kehidupan selanjutnya. Mudah-mudahan itu selalu menjadi pegangan, sampai ajal menjemput dikemudian hari. Amin.

Bibit idealisme yang siap tumbuh itu sempat gamang dan galau ketika memasuki dunia yang lebih besar. Masa-masa di perguruan tinggi adalah masa migrasinya pikiran dan jiwa dari  lingkungan yang homogen ke lingkungan yang sedikit heterogen. Realitas sosial tentang  masalah sosial dalam kehidupan bermasyarakat kita semakin nyata dalam kehidupan perkotaan  tempat perguruan tinggi yang saya masuki, yaitu Kota Padang. Masalahnya memang mungkin tidak sepelik masalah sosial diperkotaan besar seperti Jakarta misalnya, tapi Padang sebagai kota kecil, sedikit banyaknya telah menunjukkan kehidupan kota memang komplek dengan masalah sosialnya. Kemiskinan yang menciptakan kesenjangan sosial hawanya terasa mulai panas, baik dalam kehidupan kampus, maupun dalam masyarakat kota Padang dan sekitarnya. Terpinggirnya masyarakat kelas bawah semakin bisa dirasakan.

Kehidupan miskin telah meminggirkan mereka dalam banyak hal, bidang ekonomi, sosial, dan politik. Ekonomi dikuasai oleh segelintir orang atau kelompok,  mengakibatkan terjadinya kesenjangan sosial dalam kehidupan masyarakat. Hal paling menyakitkan bagi masyarakat kelas bawah adalah penguasa ekonomi berkoloborasi dengan penguasa menyisihkan mereka. Cerita-cerita sedih masyarakat kelas bawah bukan semata-mata sentimentil kesedihan, tetapi merupakan realitas sosial yang sangat gampang kita temui di masyarakat sekitar kita.

Realitas demikian sangat menggangu masa-masa pencarian identitas diri. Idealisme yang siap tumbuh seperti kehilangan makna. Gamang oleh situasi dan kondisi  yang ada. Membahas politik jaman itu sama dengan mencari mati. Membicarakan masalah sosial tentang kesenjangan sosial dan kemiskinan saja, bisa merupakan tindakan konyol. Topik-topik seperti itu cuma bisa kami bahas dalam disikusi-diskusi kecil di kantin kampus atau di tempat-tempat kost secara bisik-bisik. Sedikit melindungi kami pemahaman kebebasan  mahasiswa untuk berekspresi di kampus masih cukup mendapat tempat, tapi kami sadari kebebasan itu tetap dalam kontrol  penguasa.

Dalam suasana seperti itu, sikap kawan-kawan sebagai anak kampus terbagi dalam beberapa kelompok, yaitu;

  1. Mahasiswa aktif organisasi kampus
  2. Mahasiswa tekun belajar.
  3. Mahasiswa ekslusif.

Mahasiswa aktif organisasi biasa lebih berani mengkritisi situasi dan kondisi yang berkembang. Anekdot-anekdot  mereka selalu menyindir pemerintahan. Cemas melihat realitas sosial masyarakat dan anti kamapanan. Tokoh-tokoh reformasi memang terlahir dari kelompok ini. Kebanyakan dari kelompok ini sedikit cuek dengan perkuliahan akademik dan umumnya terlambat tamat dengan IPK yang tidak begitu bagus.

Mahasiswa tekun belajar lebih bersikap feminim dan maskulin. Kampus dianggap semata-mata menuntut ilmu akademis. Prestasi akademik bagus. Umumnya bercita-cita menjadi pegawai negeri atau masuk ke perusahaan yang telah mapan nantinya. Akrab dengan banyak dosen, dan kalau kuliah pasti tasnya penuh dengan buku-buku. Kehidupan mereka kelihatan lebih rapi.

Mahasiswa ekslusif adalah kelompok mahasiswa kalangan anak pejabat atau anak orang kaya. Pakai mobil atau diantar supir. Dalam pergaulan kampus mereka cendrung  dengan kelompok kalangan mereka sendiri dan umumnya mereka juga pintar-pintar dengan IPK bagus-bagus juga. Mahasiwa dari kalangan ini memang dapat fasilitas yang cukup dan jaminan kerja yang lebih pasti.

Saya sendiri lebih cendrung bergabung dengan kelompok mahasiswa aktif organisasi, tapi tidaklah sebagai play maker. Bergabungnya saya pada kelompok itu hanya sebatas ingin memahami proses logika berpikir mereka dan tertarik dengan nilai-nilai kepahlawanan dalam jiwa mereka. Sikap seperti ini saya ambil karena, saya melihat kelemahan dari kelompok ini juga ada. Mereka terlalu hanyut dengan euporia politik dan cendrung mengabaikan tanggung jawab mereka terhadap kelanjutan dunia perkulihaan. Disamping itu,  tidak ada konsep yang jelas seperti apa maunya mereka bangsa  ini. Mungkin kekuatan mereka waktu itu masih kecil dan belum sempat merumuskan keinginan tersebut  secara konseptual. Tapi saya menyakini sekali satu waktunya nantinya sejarah bangsa ini akan diubah oleh kelompok semacam ini dan mereka pasti satu waktu akan melahirkan konsep yang jelas tentang perjalanan  sejarah bangsa. Keyakinan saya tersebut terjawab lima tahun kemudian setelah tamat kuliah di tahun 1993. Saya cemburu dengan tokoh-tokoh reformasi waktu itu, sebab ditahun itu saya bukanlah anak kampus lagi.

Walau saya bukan sebagai anak kampus ketika munculnya era reformasi, tapi saya merasa ikut membangun jaman itu terjadi. Skripsi yang saya tulis adalah hal-hal yang mendorong terjadinya reformasi (sekurang-kurangnya itu pengertian saya sendiri). Pada situasi dan kondisi yang mencekam untuk membicarakan masalah sosial tentang kemiskinan raknyat  bangsa ini, saya cukup berani mengangkat tema tentang kemiskinan. Banyak kawan-kawan mencemaskan waktu itu, bahwa tema skripsi semacam itu hanya akan membuat kamu menjadi mahasiswa abadi. Tapi saya masih percaya dengan kebebasan berekspresi mahasiswa cukup mendapat tempat, maka  saya lanjut dengan tema itu untuk meraih sarjana. Pilihan itu merupakan perwujudan dari tanggung jawab idealisme yang saya pahami. Ini kesempatan terakhir bagi saya sebagai calon kaum intelektual untuk membuktikan bahwa saya komit pada idealisme luhur yang saya pahami. Skripsi saya adalah Teks-teks Lagu-lagu Iwan Fals tentang Kemiskinan dalam Tinjauan Sosiologi Sastra.

Masyarakat Nagari

Tahun 1998 akhir saya pulang kampung. Meninggalkan Jakarta yang telah menjadi daerah rantau setelah tamat kuliah di tahun 1993. Dunia kerja yang saya masuki di Jakarta tidak pernah bisa memuaskan idealisme, malah semakin mengkeroposkan idealisme itu sendiri. Bersama beberapa kawan membangun usaha pengiriman jasa tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Pekerjaan ini cukup lama saya tekuni, hampir 4 tahun. Banyaknya persoalan kemanusian di situ membuat jiwa menjadi gelisah. Tidak bisa menerima apa-apa yang telah saya lakukan dalam dunia pekerjaan. Hal-hal yang tabu, sering terpaksa dilakukan. Mulai dari perekrutan tenaga kerja, pengurusan dokumen, paspor di imigrasi, sampai pengurusan visa kerja penuh dengan perselingkuhan dengan instansi terkait yang dinamakan pemerintah. Selalu masyarakat miskin menjadi objek untuk memperkaya diri sebagian orang dengan berkedokkan kemanusiaan. Saya keluar dari pekerjaan itu, dan kemudian masuk kesebuah perusahaan yang cukup besar yang bergerak dalam bidang jasa pemasaran. Pekerjaan ini tidak lama bisa saya jalani, sebab usaha tersebut tetap mengeksploitasi masyarakat miskin. Pada tahun 1998 ketika kondisi pekerjaan di Jakarta tidak bisa saya nikmati dengan baik, orang tua “ibu” meminta agar saya untuk pulang ke kampung. Berusaha dikampung, sekaligus bisa merawat ibu yang mengalami sakit lumpuh permanen. Beliau ingin, sayalah yang merawatnya. Saya tidak berani menolaknya. Akhirnya saya pulang kampung dengan penuh kebimbangan juga.

Romantisme Kampung Jambak di Nagari Mungka menghapus semua kebimbangan itu. Saya bertekad untuk memulai masa depan di sini. Beberapa bulan lamanya setelah kepulangan dari Jakarta, saya betul-betul bersantai dikampung. Menikmati mandi di sumber mata air, bermain di bukit-bukit, mengurus surau, duduak dipajak, melihat sawah-sawah milik keluarga yang selama ini tidak pernah saya ketahui, menghitung kembali lokasi-lokasi kolam ikan yang menjadi harta keluarga atau meninjau tanah-tanah ladang kami yang terlantar. Wah… lumayan banyak untuk memulai hidup sebagai petani.

Maka jadilah saya, sebagai petani di kampung halamanku sendiri di Nagari Mungka. Petani yang gembira dengan  satu keyakinan; saya bisa menikmati hidup dan mengabdikan diri  di sini. Hidup sebagai petani terasa nyaman juga. Membuat tambak-tambak ikan, menanam kakao, berkebun cabe, mengelola sawah dan juga sedikit beternak ayam dan juga itik. Saya belajar cepat sebagai petani. Kamarku kubersihkan dari semua buku-buku yang tidak perlu untuk menjadi petani yang sukses. Beberapa saat, buku-buku ilmu sosial dan politik saya kunci dulu. Di atas meja hanya buku-buku ilmu praktis tentang dunia wira usaha,  buku-buku dunia pertanian dan sedikit buku-buku keagamaan dan para sufi. Masuk tahun ketiga sebagai petani saya berani memutuskan untuk menikah. Usaha sebagai petani   mulai menunjukkan hasil yang memadai  untuk membangun sebuah keluarga sederhana.

Ketika kehidupan ekonomi keluarga mulai sedikit membaik panggilan untuk aktif dalam organisasi kemasyarakatan  semakin kuat. Banyak persoalan mendasar dalam masyarakat nagari  dan Pemerintahan Nagari perlu dibenahi dengan serius. Mungka adalah ilustrasi sebuah proses dialektis menuju masyarakat moderen. Masyarakat moderen yang juga diikuti persoalan sosial. Kemiskinan mulai menjadi masalah sosial. Kesenjangan sosial menimbulkan konflik. Pemerintahan masih terpaku pada pola lama, walau era reformasi mulai dihembuskan sampai ke pelosok negeri. Mobilitas ekonomi yang berjalan cepat dengan berkembangnya usaha gambir, ayam dan perikanan  di Mungka telah menjadikan Mungka sebuah daerah  agropolitan dengan segala persoalanya.

Ketika ini terpahami, saya memutuskan diri untuk ikut aktif dalam kegiatan sosial masyarakat yang lebih luas. Naif rasanya, jika hanya membatasi diri pada ruang lingkup yang kecil, seperti hanya mengurus surau dekat rumah, ketua koperasi di depan rumah atau mengelola kelompok tani yang anggotanya hanya tetangga-tetangga saja. Banyak tokoh masyarakat mengingatkan agar saya bisa berkiprah ketingkat masyarakat yang lebih luas dan mulailah dengan  menjadi Wali Nagari. Jabatan Wali Nagari  cukup memberikan ruang gerak bebas dalam mengekspresikan keinginan masyarakat luas dan cukup memiliki kekuasaan  dalam membuat kebijakan di tengah masyarakat dalam bingkai babaliak ka nagari yang menjadi jargon dari pemerintahan Sumetera Barat. Selanjutnya, banyak waktu yang saya miliki dikosentrasikan menuju ke arah situ. Tahun  2005 dalam proses politik yang sehat saya menjadi Wali Nagari Mungka untuk priode sampai tahun 2010 dengan kemenangan mutlak.

Masa-masa menjadi Wali Nagari adalah masa yang memberikan makna yang sangat kuat dalam proses pematangan diri; menambah kearifan, meningkatkan kecerdasan hati dan  spiritual. Itu semakin mengasah sensitive sosial dalam melakukan perubahan dalam masyarakat yang lebih luas. Mungka adalah sebuah miniature dari  nagari yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota ataupun Sumatera Barat dalam memahami karakteristik masyarakat nagari  Minang Kabau umumnya.

Atas: Rapat persiapan lomba nagari. Bawah; Rapat koordinasi Pemerintahan Nagari Mungka


Persoalan mendasar dalam masyarakat nagari diawal reformasi dapat saya identifikasi sebagai berikut;

  1. Krisis kepemimpinan.
  2. Kesenjangan sosial.
  3. Rendahnya Sumber Daya Manusia
  4. Menurunya nilai-nilai adat dan istiadat

1. Krisis kepemimpinan

Krisis kepemimpinan  akan menjadi rentang waktu yang panjang dalam sejarah bangsa ini, jika kedepanya proses politik bangsa ini hanya menjadikan orang-orang yang berpetualang  dengan politik tanpa moral akhirnya menjadi pemimpin. Politik dipandang sebagai  taktik  dengan melazimkan segala tipu muslihat. Secara nasional segala tingkat kekuasaan mengalami distorsi, termasuk tingkat paling ujung dari sistem bernegara dalam negara kita, yaitu; desa yang di Sumatera Barat kita sebut dengan nagari.

Dukungan besar sebagai Wali Nagari tidak terlepas dari semangat masyarakat banyak yang haus akan perubahan, loyal terhadap masyarakat, transparan  dan kepemimpinan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Membangun performan  kepemimpinan yang ideal dalam situasi dan kondisi masyarakat yang skeptis terhadap pemerintahan bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Gaya kepemimpinan  menjadi ciri penampilan pemimpin sebelumnya saya rombak total. Tranparansi dibuka selebar-lebarnya, management keuangan nagari dikelola seperti management mesjid, performan perangkat nagari dalam melayani masyarakat menjadi perhatian penuh, sampai tata ruang kantor Wali Nagari kami susun menjadi sangat familiar. Kepuasaan masyarakat menjadi hal yang utama dalam kepemimpinan saya.

Terbangunya image yang lumayan bagus,  mengajak masyarakat berpartisipasi aktif  dalam proses pembangunan nagari terasa lebih mudah. Kelompok pemuda yang selama ini adalah kelompok paling antipati dengan Pemerintahan Nagari, berangsur-angsur mulai mendekati Pemerintahan Nagari. Kantor Wali Nagari mulai mereka jadikan tempat singgah dan mulai ikut memahami persoalan-persoalan  terjadi dalam masyarakat nagari, maupun dalam Pemerintahan Nagari.

Pemuda mulai saya libatkan dalam sistem Pemerintahan Nagari. Mulai dari perangkat nagari, kepala jorong, mendorong masuk ke legislatif nagari, maupun lembaga-lembaga mitra dari Pemerintahan Nagari. Hampir keseluruhan tim saya di pemerintah nagari (90%) berasal dari kelompok pemuda dan pemudi, termasuk pada lembaga-lembaga mitra nagari lainya. Tahun pertama dan kedua masa kepemimpinan saya sebagian besar waktu, tenaga dan pikiran saya fokuskan  untuk membenahi  penampilan Pemerintahan Nagari.

Tahun ketiga masa kepemimpinan saya, mulai menampakkan hasil. Gerakkan sosial seperti pembangunan rumah layak huni untuk  keluarga miskin mulai mudah dilakukan, gerakkan beasiswa untuk siswa dari keluarga miskin dan pintar juga dapat dukungan dari masyarakat luas, Badan Amil Zakat Nagari mulai mengeliat, Pansimas, PNPM, dan organisasi kepemudaan tingkat nagari dan jorong mulai menunjukkan eksistensi di nagari. Begitu juga kelompok pemudi, perempuan nagari dengan gerakkan PKK-nya mulai berperan aktif membangun nagari. Untuk masalah menjaga ketertiban dan keamanan nagari dimasa itulah dibentuk Parik Paga Nagari yang sebagian besar adalah pemuda nagari. Puncaknya pada tahun 2007 Wali Nagari dan PKK  Nagari Mungka mendapat penghargaan  sebagai Wali Nagari dan PKK berprestasi  tingkat Kabupaten Lima Puluh Kota.

Banyak hal yang telah kami lakukan di nagari menjadi sumber aspirasi kebijakan Pemerintahan Kabupaten Lima Puluh Kota seperti; pembangunan rumah layak huni untuk keluarga miskin, dukungan beasiswa untuk siswa keluarga miskin, Parik Paga Nagari, bahkan secara nasional Mungka ditetapkan sebagai daerah agropolitan  sentra produksi ayam, perikanan dan gambir. Ditetapkanya Mungka sebagai daerah agropolitan  inilah saya  mendapatkan link ke propinsi maupun ke pusat untuk meraih dana-dana pembangunan fisik; seperti jala-jalan usaha tani dan pemukiman, pasar, Agroteknopat dan kegiatan pemberdayaan lainnya.
                                                                                       
2. Kesenjangan sosial
     
Pesatnya usaha peternakan ayam dan perikanan telah meningkatkan taraf ekonomi masyarakat. Banyak masyarakat yang menumpangkan hidupnya dari suksesnya usaha ini. Seiring perkembangan dunia usaha yang semakin ketat pelaku usaha ini telah bergeser menjadi usaha milik sebagian kecil kelompok orang. Sampai era tahun  90-an usaha ini masih usaha raknyat,  tetapi memasuki tahun 2000-an usaha ini telah  menjadi usaha sekelompok orang. Kelompok kapital yang mempunyai modal besar dan mempunyai akses kuat ke lembaga keuangan perbankan. Arah perkembangan seperti ini berakibat buruk terhadap situasi dan kondisi sosial dimasyarakat. Kesenjangan sosial terjadi dan kemiskinan akhirnya menjadi masalah. Banyak persoalan/perselisihan dalam masyarakat muncul akibat dari kecemburuaan sosial atau dampak lingkungan buruk disebabkan  usaha peternakaan berada pada lingkungan tempat tinggal sebagian masayarakat.

Sebelum itu menjadi konflik sosial secara bertahap Pemerintahan Nagari mencoba membuat tata ruang, sehingga dampak buruk tersebut bisa diminimalisasi. Pembangunan  dan perkembangan usaha peternakan diarahkan pada satu tempat jauh dari pemukiman. Hal ini tidak begitu sukses memang, sebab usaha ini awalnya tumbuh sebagai usaha raknyat dan sudah menjadi kebiasaan usaha peternakan ayam berada di sekitar tempat tinggal. Untuk usaha peternakan skala besar Pemerintahan Nagari bisa mengarahkan pada satu lokasi jauh dari pemukiman masyarakat. Kebijakan ini bisa menjadi penawar dari masalah sosial yang diakibatkan oleh berkembangnya usaha peternakan ayam. Kesulitan utama Pemerintahan Nagari membuat tata ruang yang ideal, disebabkan kapasitas kekuasaan Pemerintahan Nagari tidak memadai mengatur itu. Itupun dilakukan hanya sebatas himbauan atau memberi pengertian-pengertian secara persuasive terhadap pelaku-pelaku ekonomi di bidang ini.
     
Tingginya taraf kehidupan pelaku usaha peternakan merupakan peluang besar untuk menggerakkan peran partisipasi masyarakat terlibat dalam proses  pembangunan. Setiap perencanaan dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan yang membutuhkan pendanaan partisipasi masyarakat, kami mengandalkan sumber dana dari kelompok ini dan juga perantau. Performan Pemerintahan Nagari yang cukup terbangun dengan baik, membuat segala sesuatunya menjadi mudah dilakukan. Terlibat aktifnya kelompok  ini dalam proses pembangunan nagari membuat kesenjangan sosial yang nyaris menjadi konflik  bisa  diredam.

3. Rendahnya sumber daya manusia

Rendahnya tingkat ekonomi sebagian besar masyarakat tidak terlepas dari rendahnya sumber daya manusianya. Pemahaman ini sulit dipercayai oleh sebagian masyarakat. Mungka pada awal kepemimpinan saya, fenomena orang kaya tidak sekolah tinggi banyak contoh ditengah masyarakat. Hal ini menyebabkan  pendidikan dianggap tidak terlalu penting. Cara pandang seperti ini  juga merupakan sebuah tantangan yang berat bagi  kaum intelektual muda anak nagari yang ingin berkiprah di dunia usaha di kampung halamannya sendiri, apalagi dunia usaha yang mereka terjuni usaha pertanian dan peternakan yang dianggap bidang usaha itu tidak perlu-perlu amat dilakukan oleh seorang sarjana misalnya.

Setelah saya telusuri lebih dalam lagi ternyata pandangan seperti itu, cuma pandangan segelintir orang sebagai bentuk kopensasi kegagalan mereka dalam menempuh jenjang  pendidikan tinggi atau kegagalan mereka memberikan pendidikan yang baik kepada anak-anaknya. Masih banyak orang tua yang begitu memperhatikan kelangsungan pendidikan anak-anaknya. Banyak kisah aspiratif, bagaimana mereka berjuang dalam mendapatkan pendidikan yang baik. Perjuangan para orang tua dan perjuangan anak itu sendiri.

Pentingnya peningkatan sumber daya manusia anak nagari dalam rangka menjawab tantangan  hidup yang semakin kopentitif semakin menambah keyakinan saya bahwa masalah ini adalah masalah serius dan musti ditangani secara khusus. Pernah satukali saya terlibat diskusi hangat dengan Dorodjatun Kuntjoro Jakti. Menteri Koordinator Perekonomiaan Kabinet Gotong Royong di tahun 2004 (saya sudah menjabat sebagai Pjs. Wali Nagari Mungka) ditengah kesibukanya sebagai menteri masih sempat singgah di Mungka kampung halaman istrinya yang kebetulan masih saudara dekat dengan keluarga saya. Topik persoalan waktu itu keluh-kesah tentang usaha raknyat; yaitu usaha peternakan ayam yang saat ini mendapat ancaman dari pemegang modal besar masuk ke dunia usaha itu. “Agar usaha itu tetap menjadi usaha raknyat  sepertinya pemerintah harus memproteksi usaha itu agar tetap menjadi usaha raknyat. Jawaban beliau; Proteksi pemerintah hanya akan membuat masyarakat itu tidak akan bisa berkembang dan yang perlu diusahakan sebenarnya bagaimana meningkatkan SDM mereka sehingga bisa bersaing. Saya tidak puas dengan jawabanya dan bertanya lagi,” Jadi, apa guna pemerintah bagi mereka?” “Pemerintah bertanggung jawab dalam peningkatan SDM itu”, jawabnya pendek. Saya puas jawaban itu dan selanjutnya menjadi arah kebijakan saya sebagai Wali Nagari dalam mendorong dan memfasilitasi pendidikan anak nagari dalam rangka peningkatan sumber daya manusia.

Wujud komitmen itu dalam kegiatan nagari muncul MISTERPIN yang diterjemahkan dengan baik oleh saudara Maizar (waktu itu Kepala Jorong Mungka Tengah), memperbanyak pelatihan (SL) untuk petani, membawa lembaga-lembaga perguruan tinggi untuk melakukan pembinaan pada kelompok-kelompok usaha masyarakat, mengundang LSM yang bergerak dalam pengabdian masyarakat masuk ke nagari, melakukan kegiatan pelatihan ilmu praktis bagi anak nagari putus sekolah, mendorong lembaga pendidikan meningkatkan mutu pendidikan anak-anak dan menjadi guru yang profesional, mengupayakan berdirinya sekolah-sekolah, PAUD, SLB, dan menambah SMP. Hasil semua itu masyarakat lebih terbuka dengan teknologi dan semakin meyakini pendidikan itu memang penting.

Prestasi tertinggi waktu itu program padi tanam sabatang sukses di Mungka dan pemahaman tentang pupuk organik mulai digunakan secara masal oleh masyarakat dalam pertanian. Kelompok Tani  yang bernama SADAR mendapat penghargaan secara nasional. Melihat responsif-nya masyarakat Mungka terhadap teknologi, maka didirikanlah apa yang dinamakan Agroteknopat di Mungka. yang merupakan kegiatan pemerintah pusat yang berada di Nagari Sei. Antuan (nagari pemekaran Nagari Mungka), Jorong Lubuak Simato.
Misterpin sampai sekarang masih tetap eksis dibawah binaan Sdr.Maizar.

4. Menurunya nilai-nilai adat dan istiadat

Menurunya nilai-nilai adat dan istiadat dalam kehidupan masyarakat nagari tidak terlepas dari lemahnya pemahaman terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam  kearifan lokal tersebut. Adat istiadat oleh sebagian masyarakat dilihat sebagai batu penghalang terjadinya proses perubahan dalam masyarakat. Pemahaman ini akhirnya menyebar begitu luas, sehingga kesimpulan itu akhirnya dianggap sesuatu yang benar, karena pemangku adat itu sendiri kurang mampu menjelaskan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam adat istiadat itu ke generasi setelahnya. Hal yang utama, kasus ini terjadi disebabkan banyaknya  pemangku adat  lemah dalam penguasaan atau pemahaman mereka dalam memaknai nilai-nilai luhur dalam adat istiadat itu sendiri. Banyak pemimpin adat dikelompok kaum, menjadi pemimpin disebabkan oleh faktor diluar kapasitasnya sebagai pemimpin. Tujuan menjadi pemimpin dalam masyarakat adat, sering diselewengkan atau  hanya untuk mengejar status sosial, prestise, dan juga sebagai alat politik yang dianggap cukup ampuh. Begitu menyoloknya masalah ini ditengah masyarakat yang semakin kritis membuat kepercayaan generasi baru semakin skeptis pada nilai-nilai adat.

Persoalan ini menjadi sangat rumit di nagari. Banagari  yang ber-tema-kan menempatkan ninik mamak atau pemangku adat sebagai mitra utama dan ujung tombak dalam Pemerintahan Nagari seperti kehilangan makna dan tidak mencapai sasaran yang tepat. Ninik mamak lebih banyak digunakan sebatas retorika untuk berpolitik atau dihadirkan dalam acara-acara serimonial pejabat dalam kapasitas kebudayaan, menyambut tamu, dan sesudah itu dilupakan lagi. Miris memang. Memang banyak persoalan dalam rangka pemberdayaan pemangku adat dalam nagari dan persoalan itu tidak semata-mata menjadi persoalan kaum adat atau masyarakat nagari. Idealnya pemerintah daerah sebagai pemeritahan teratas setelah Pemerintahan Nagari yang memiliki otonom bisa membuat ruang gerak yang luas bagi pemimpin tradisional tersebut  untuk mengaktualisasikan fungsi mereka dalam kehidupan masyarakat nagari.

Saya  melihat, kapasitas Wali Nagari dalam membenahi  masalah adat banyak kendala dan komitmen Pemerintahan Daerah pun dalam  hal ini serba tanggung. Tidak serius atau barangkali pembuat kebijakan di daerah kita ini, tidak paham mau dikemanakan niniak mamak. Regulasi atau peraturan daerah tentang Pemerintahan Nagari  yang berkaitan langsung dengan tupoksi dan wewenang niniak mamak tidak pernah diselesaikan secara tuntas, sehinga pelaku di nagari selalu  dalam kebimbangan dalam pelaksanaan. Ada memang, upaya mendirikan nagari adat dalam kebijakan politik daerah kita, tapi itupun tidak dibenahi dengan baik. Terkesan asal jadi yang kemudian lenyap seiring lenyapnya pendanaan untuk itu.

Tidak banyak yang bisa saya lakukan sebagai Wali Nagari dalam pemberdayaan niniak mamak. Otoritas Wali Nagari sulit menjangkau wilayah rumah tangga kaum adat. Upaya yang dilakukan hanya bisa sebatas himbauan atau saran dan komunitas adat pun seperti gamang  membuat atau menjalankan yang menjadi wilayah kekuasaan kaum adat, sebab keputusan adat sering dibenturkan dengan hukum positif dan konvensi  tidak mendapat ruang gerak yang memadai dalam prespektif  hukum dalam negara kita.

Memimpin sidang musyawarah sengketa Niniak Mamak 


Tamu undangan acara Bolek Penghulu Nagari Mungka


Tari Pasambahan pada acara Bolek Penghulu

Pemerintahan

Pada fase pembentukkan karakter idealisme,  masa di perguruan tinggi  adalah masa awal  kekecewaan saya terhadap pemerintahan. Nyaris membencinya dan tidak ada niat masuk ke dunia pemerintahan. Sikap seperti ini sering dapat teguran dari kedua orang tua dan mengingatkan, “ berhati-hatilah nak! Tembok ini bisa menjadi saksi nantinya!”. Saya paham maksudnya dan juga memahami ketakutan mereka. Ketakutan yang mungkin merupakan ketakutan semua pegawai negeri pada masa itu. Pemerintah dengan kekuasaanya yang luar biasa, bisa berbuat semaunya, sebab pemerintah memegang semua kendali, politik, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya dan sampai agama. Demokrasi hanya dalam retorika pidato pejabat, ekonomi dikuasai oleh kroni-kroni pejabat, organisasi sosial masyarakat dicurigai, kebudayaan digiring untuk pencitraan penguasa, dan tokoh-tokoh agama dibatasi ruang geraknya.

Masyarakat hanya diberi kesempatan untuk sekedar memenuhi kebutuhan mulut ke perut dan mengambil sebagian besar dari kehidupan masyarakat sebagai manusia. Fase kekecewaan dalam proses kehidupan saya, pernah menjadi akut dan sampai mengalami gangguan metabolisme menghadapi realitas seperti ini. Muntah melihat uang kertas seribuan, mencaci maki kawan-kawan yang sangat mengharapkan jadi pegawai negeri, selalu ingin meludahi semua aparatur negara, dan puncaknya hampir merusak diri sendiri, refleksi dari kekecewaan yang luar biasa. Jika lah saya sempat pada masa itu masuk pada kelompok organisasi politik berhaluan kiri atau kanan. Atau dimotivator oleh kelompok radikal anti pemerintahan, kemungkinan besar akan menjadi tokoh radikal  yang controversial

Saya bersyukur dengan proses kehidupan yang saya lalui. Ketika fase kegalauan itu memuncak atau berada pada klimaks, saya berada dikampung halaman sendiri. Kampung halaman yang masyarakat yang kemudian saya sadari sangat cerdas berpolitik. Energi negatif yang mereka lihat dalam diri saya, kemudian mereka rubah menjadi energi positif  dengan mendorong masuk ke dunia pemerintahan itu sendiri. Mulailah masuk ke pemerintahan dengan menjadi Wali Nagari yang baik  dan jangan hanya mengurus hal-hal yang ruang lingkupnya sangat terbatas. Disana kamu akan mengerti segala persoalanya, jika kamu selalu berada diluar bagaimana kamu bisa merubahnya. Kemudian pemahaman ini sering saya dengar dengan kalimat. Masuklah kedalam sistem dan rubahlah dari dalam!. Saya kemudian menjadi Wali Nagari yang sangat bersemangat (sekurang-kurangya menurutku), bahkan sering  mengabaikan tanggung jawab terhadap ekonomi keluarga karena begitu bersemangat mengurus nagari yang waktu itu memang penuh dengan persoalan. Saya bekerja dengan ikhlas tanpa memikirkan honor yang diterima. Bekerja cuma dengan satu keyakinan; bahwa tetaplah berbuat baik, maka rejeki itu akan datang sendiri dari berbagai pintu yang tidak kita duga.  Keyakinan itu selalu benar. Saya belajar dengan cepat dalam ilmu kemasyarakatan, kepemimpinan dan berpolitik yang baik. Akhir tahun ke-dua sebagai Wali Nagari defenitif saya sudah dinilai dan diberi penghargaan sebagai Wali Nagari berprestasi oleh Pemerintah Kabupaten. Puncak kebanggaan saya dan sekaligus menjadi puncak kekecewaan.

Dua tahun pertama sebagai Wali Nagari, saya fokus membenahi tata laksana Pemerintahan Nagari, membangun performan pemerintahan sebagai pelayan masyarakat, menata pemuda, mengorganisir petani, menggali partisipasi masayarakat dan perantau, dll. Segala bentuk tanggung jawab terhadap masyarakat dalam kontek pelayan masyarakat menjadi hal yang utama. Ketika sistem pemerintahan menurut saya sudah berjalan pada rel yang benar, saya sedikit santai dalam kegiatan konsolidasi ke bawah. Selanjutnya fokus mempelajari hal-hal kebijakan-kebijakan pemerintah daerah dalam menata tata laksana Pemerintahan Nagari.

Pemerintahan Nagari yang merupakan wujud dari bentuk perjalanan reformasi  di Sumatera Barat memang lahir secara premature dan banyak kelemahan dan kekurangan. Pemerintahan Nagari yang sering dianggap sebagai ujung tombak pemerintahan, barisan terdepan, dll hanya sebatas retorika politik yang sering diucapkan dalam pidato-pidato pejabat daerah. Payung hukum pelaksanaan Pemerintahan Nagari sangat minim. Dua  tahun pertama  masa sebagai Wali Nagari pegangan satu-satunya hanya Perda No.1 tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari, tanpa diikuti oleh peraturan-peraturan pendukung pelaksanaan perda tersebut. Hal ini menyebabkan umumnya  terjadi ketegangan di semua Pemerintahan Nagari di kabupaten Lima Puluh Kota diawal-awal terbentuknya Pemerintahan Nagari. Perselisihan BPAN sebagai legislatif nagari (sekarang BAMUS) dengan Wali Nagari  sebagai eksekutif nagari  rata-rata terjadi di semua nagari. Hal ini disebabkan  penjabaran dari perda tersebut sering diterjemahkan menurut persepsi masing-masing, sehingga perbedaan persepsi antara BPAN dengan Wali Nagari  sering menimbulkan perselisihan. Hal yang paling menonjol adalah pelaksanaan tupoksi masing-masing  palaksana Pemerintahan Nagari yaitu, BPAN dan Wali Nagari. Kemudian tahun berikutnya memang keluar peraturan-peraturan yang lebih mengkongkritkan pelaksanaan tupoksi masing-masing  pelaksana Pemerintahan Nagari dan itu tidak terlepas dari tekanan-tekanan secara politis yang dilalukan Forum Komunikasi Wali Nagari se-Kabupaten Lima Puluh Kota ke pemerintah daerah ( sekarang PERWANALIKO)  untuk segera dibenahi. (pada masa itu saya sebagai sekretaris).

Untuk hal yang sangat sederhana seperti ini yang semestinya tidak perlu menjadi perjuangan berat  oleh pemerintah nagari  terhadap pemerintah daerah menjadi sebuah perjuangan politik yang melelahkan. Fenomena seperti ini saya menilai sebagai wujud dari perhatian pemerintah daerah terhadap Pemerintahan Nagari sangat minim dan tidak serius, malah dalam satu waktu kami di forum Wali Nagari menganggap banyak pejabat di pemerintahan  daerah tidak  memahami sebenarnya apa itu Pemerintahan Nagari.

Dilema lain dalam Pemerintahan Nagari yang paling menonjol yaitu; hak, kewajiban  dan wewenang masing-masing pelaksana Pemerintahan Nagari termasuk hak, kewajiban dan wewenang lembaga yudikatif nagari tidak terlindungi secara baik. Tidak adanya payung hukum yang kuat bagi peraturan-peraturan nagari menimbulkan kegamangan  bagi pelaku Pemerintahan Nagari untuk mengatur masyarakat dengan peraturanya. Disisi lain pemerintah daerah tanpa dasar yang kuat memotivasi nagari untuk melahirkan peraturan peraturan nagari dengan slogan-slogan babaliak ka nagari-nya. Hal ini menyebabkan peraturan nagari dalam pelaksanaanya sering mendapat gugatan dalam masyarakat nagari yang semakin kompleks. Buntut-buntutnya peraturan nagari menjadi pepesan kosong,  kehilangan makna, yang akhirnya hanya sebagai  catatan agenda  Pemerintahan Nagari yang tidak mempunyai kekuatan apa-apa.

Kekecewaan yang luar biasa yang saya alami sebagai Wali Nagari ketika munculnya kesadaran pelaku Pemerintahan Nagari selalu diberlakukan tidak adil. Terutama dalam penghargaan secara financial, dalam kontek keseluruhan apa yang disebut pelaku pemerintahan  di negara kita. Ujung tombak memang sekedar dijadikan ujung tombak yang siap menghadapi resiko dari sebuah kebijakan, barisan terdepan harus siap mati duluan jika terjadi masalah, kudo palojang bukik yang cukup diberikan tepuk tangan, acungan jempol  atau tepukan kecil di pundak. Kepincangan seperti ini sering saya suarakan  ke pemerintah daerah agar lebih memperhatikan kesejahteraan pelaku di Pemerintahan Nagari, mulai dari kepala jorong, perangkat nagari, BAMUS, dan lembaga-lembaga lain pendukung  Pemerintahan Nagari. Jawaban yang diterima selalu  politis, mengelak dan bahkan dikondisikan jabatan di nagari adalah jabatan pengabdian yang secara financial  memang hanya bisa dihargai sebanyak itu; honor Wali Nagari  tidak melebihi upah buruh harian, honor Kepala Jorong  tidak cukup untuk sekedar beli bensin, begitu juga perangkat lain yang setiap hari harus ngantor, honor mereka tidaklah cukup hanya untuk sekedar beli bedak atau lipstik. Melihat intensitas kerja di nagari yang begitu tinggi, sering membuat saya sedih melihat adik-adik di pemerintah nagari tidak bisa dihargai secara wajar. Beragam kepentingan dalam masyarakat harus mereka layani dengan sabar dan disamping itu juga mesti melayani kepentingan-kepentingan pejabat pemerintah daerah dalam pelaksanaan tugasnya yang terkait dengan nagari.

Wujud kekecewaan saya akhirnya meletus dalam bentuk kemarahan yang luar biasa ketika kebijakan pemerintah daerah  memotong dana nagari akibat tidak suksesnya penagihan PBB di tengah masyarakat, padahal titik persoalanya bukan di Pemerintahan Nagari. Dana yang sebagian besar akan menjadi honor-honor perangkat yang jumlahnya sangat kecil terancam tidak bisa saya bayarkan. Sudahlah kecil dipotong lagi dengan alasan  yang tidak masuk akal. Saya sangat responsive menantang kebijakan itu, bahkan  menantang secara terbuka dengan menutup kantor Pemerintahan Nagari beberapa waktu lamanya. Saya mengamuk luar biasa dan mengusir setiap pegawai daerah yang mempunyai kepentingan tugas di nagari waktu itu. Hasilnya agak lumayan. Pemerintah daerah sedikit mengalah dengan merubah kebijakan tentang itu. Akhirnya saya dapat juga membayar honor-honor perangkat nagari,  walau dibayarkan tahun berikutnya. Saya menjadi sangat lelah, putus asa, dan berpikir sebagai Wali Nagari terlalu banyak menghabiskan energi untuk hal-hal yang sebenarnya tidak perlu, jika pemerintah daerah mempunyai perhatian yang memadai  kepada Pemerintahan Nagari.

Itu cuma sebagian kecil dari banyak realitas lemahnya perhatian pemerintah daerah kepada Pemerintahan Nagari. Dukungan  financial terhadap Pemerintahan Nagari, walau terjadi peningkatan setiap tahun, tapi belum maksimal, bahkan syarat minimal yang semestinya menjadi hak pemerintahan  nagari sampai sekarang belum direalisasikan oleh pemerintah daerah. Dana nagari yang dibayarkan oleh pemerintah daerah tidaklah sepenuhnya sesuai dengan peraturan yang ada. Berbagai dalih dengan retorika politik pemerintah daerah selalu mengelak dan lembaga legislatif daerah yang semestinya harus meluruskan kepincangan ini seperti tutup mata. Sering saya membicarakan masalah ini keanggota legislatif. Jawaban mereka hampir sama dengan jawaban pelaksana pemerintah daerah, bahkan ada yang terkesan menghina. Kenapa ya…masih mau jadi Wali Nagari atau perangkat nagari, jika penerimaan mereka cuma seperti yang anda katakan. Malah saya lihat banyak kok… yang berebut jadi Wali Nagari atau bekerja sebagai perangkat nagari. Ini sebenarnya membuktikan bahwa penerimaan mereka sebenarnya lebih daripada yang telah dialokasikan pemerintah daerah untuk mereka. Muka saya merah padam mendengar jawabanya dan kepingin sekali untuk menampar mulutnya yang tidak mempunyai etika itu. Saya cuma menjawab, anda sangat memandang rendah kami di nagari. Sekedar anda tahu, untuk sementara kami masih bisa bertahan, karena pekerjaan ini masih kami anggap sebuah pengabdian dan saya yakin mereka akan sedih, jika perangai anda sebagai anggota legislatif  mereka ketahui seperti apa yang telah anda prasangkakan kepada kami. Kami di nagari masih mempunyai moral yang cukup untuk mengurus nagari. Saya menyadari betul ini akibat buruk  terpilihnya anggota-anggota legislatif yang tidak memahami Pemerintahan Nagari dan masyarakat nagari. Jika komponen Pemerintahan Daerah masih berpandangan seperti ini, saya yakin; Pemerintahan Nagari yang berjumlah 79 nagari  di Kabupaten Lima Puluh yang merupakan wujud sebenarnya dari Kabupaten Lima Kota akan tetap dalam dilemanya dan selalu menjadi  kudo palojang bukik oleh pemerintah teratasnya.

Banyaknya kelemahan dalam sistem Pemerintahan Nagari  yang ruang lingkup persoalanya bukan di titik masyarakat nagari dan pemerintahanya. Hal ini sedikit banyaknya   telah  merusak keikhlasan saya mengabdi sebagai Wali Nagari. Kesadaran tentang otoritas  Wali Nagari sulit menjangkau wilayah ini memotivasi saya untuk masuk kedalam lembaga kekuasaan yang lebih tinggi. Lembaga kekuasaan  legislatif atau kapan perlu menjadi pucuk eksekutif, sehingga lebih leluasa melahirkan kebijakan-kebijakan yang pro- masyarakat nagari dan Pemerintahan Nagari.     


“AMPUN KALUI”

Oleh: Hendra Triwarman

Gempita dunia menggoda liar
Angan menjalar
Hasrat tergelepar
puih…haaaaah……..


Dipersimpangan ini kok…. rambunya menjadi pudar
dikata hati jadikan sebuah radar

Melangkah pasti di jalan mendaki
di sisa energi langit tak bertepi.

oi…jalan ini tetap saja mendaki
dan
ternyata
ku bukan siapa-siapa.

tak menjadi sang nabi
sufi

dan ……
mungkin sekedar…….
Ingin berbaik hati.

Membangun untuk Nagari.

Bukittinggi, 3 Agustus 2010


Masyarakat dan Pemerintahan Kabupaten Lima Puluh Kota dalam
Pikiran Saya

Kabupaten Lima Puluh Kota identik dengan perkumpulan 79 Pemerintahan Nagari yang ada saat ini.79 Pemerintahan Nagari yang mengurus berbagai kepentingan 79 masayarakat nagari. Adanya pemerintahan Kabupaten Lima Puluh Kota  beserta SKPD-nya dikarenakan adanya 79 Pemerintahan Nagari beserta masyarakatnya. Tidak berlebihan sebenarnya  adanya pemikiran, apa-apa yang menjadi tugas pemerintahan kabupaten beserta jajaranya adalah dalam rangka mengurus masyarakat nagari dan Pemerintahan Nagari. Masyarakat nagari adalah muara semua apa-apa yang telah diperbuat oleh pemerintahan kabupaten sebagai pemegang otonom di pemerintahan negara kita saat ini. Keberhasilan pemerintahan kabupaten implikasinya seberapa jauh tingkatan ideal bisa kita lihat di tengah-tengah masyarakat nagari.

Untuk membahas masalah  ini saya ingin sekali menjaga sikap dan jangan terjerumas pada ucapan caci maki atau ketidak puasan belaka. Pemikiran yang ingin saya sampaikan masih dalam kerangka prespektif  terjadinya perubahan mendasar dalam kehidupan masyarakat kita menuju  kehidupan yang lebih baik dan ideal menurut ukuran dasar negara kita, yaitu Pancasila dan Pembukaan UUD Tahun 1945. Saya tidak membahas masalah detil, tetapi mulai dari hal-hal yang sudah merupakan anggapan umum oleh pelaku-pelaku pemerintahan di nagari serta lembaga-lembaga yang ada di nagari yang bisa kita artikan sebagai masyarakat atau raknyat pemerintahan Kabupaten Lima Puluh Kota.

Sebagian persoalan yang muncul dalam Pemerintahan Nagari sama dengan persoalan di Pemerintahan Nagari umumnya atau persoalan di segala jenjang pemerintahan di negara kita, yaitu;

1. Krisis Kepemimpinan

Anggapan umum masyarakat tentang terjadinya krisis kepemimpinan dalam negara kita belum sepenuhnya bisa dibenahi oleh Pemerintahan Daerah. Bupati sebagai pucuk pemerintah selalu disibukkan oleh persoalan  rumah tangganya akibat rendahnya sumber daya manusia dalam lingkaran kekuasaanya. Hal ini mengakibatkan bupati sulit mebentuk sebuah pemerintah yang profesional. Masih terjadi kebocoran dalam menempatkan orang-perorang dalam unit kerja, sehingga  jabatan penting yang sangat berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat masih banyak ditempati oleh para oportunis yang haus jabatan. Mati-matian untuk merebut jabatan, bahkan rela mengorbankan harga diri sendiri, kemudian setelah jabatan didapat mereka menjadi santai dan ingin menikmati jabatan tersebut  untuk kenikmatan pribadi. Banyak yang menjadi lupa untuk apa mereka sebenarnya berada di sana. Untuk persoalan rumah tangga seperti ini  telah banyak menghabiskan waktu, tenaga dan pikiran, sehingga adanya pemerintah untuk kepentingan kesejahteraan raknyat masih jauh bisa dilakukan. Moto pemerintah sebagai pelayan masyarakat masih tetap menjadi retorika, sebab mentalitas mereka masih ingin atau minta dilayani dari pada melayani. Sulit mencari nilai-nilai kepahlawanan dalam pribadi seperti itu dan masyarakat tidak mungkin mengharap banyak keberadaan pemerintahan dapat merubah kehidupan mereka menjadi lebih baik.

Hal ini lebih jauh menyebabkan masyarakat semakin apatis terhadap pemerintah. Bahkan banyak yang bersikap tidak mau tahu. Bagi mereka pemerintah tidak lebih sekedar sesuatu yang musti ada dalam perkumpulan manusia yang sangat banyak dan terpenting bagi mereka setiap hari bisa mencari makan dan dapat menghidupi anak istri. Itu sudah cukup. Mereka hampir tidak peduli lagi  akan hak-hak  mereka sebagai raknyat atas kehidupan yang layak, berkeadilan sosial, pendidikan yang cukup, dll.

Buruknya performan pemerintah daerah kita diperparah lagi buruknya performan lembaga legislatifnya. Satu kesatuan yang kita sebut sebagai Pemerintahan,  lembaga perwakilan rakyat daerah belum mampu secara maksimal melaksanakan fungsi-fungsinya sebagai mitra sejajar pemerintah daerah. Kemampuan intelektual dan sumber daya manusianya kebanyakan masih tergolong rendah, dibandingkan dengan pelaku-pelaku dijajaran eksekutif. Hal ini mengakibatkan  eksekutif terkesan lebih kuat  dan menjadi otoriter dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai komponen pemerintahan.

Terjadinya hal demikian tidak terlepas dari sistem demokrasi kita yang memungkinkan masih terpilihnya anggota legislatif yang tidak memiliki SDM yang memadai. Agar kondisi buruk  ini tidak berlarut-larut memang dibutuhkan kecerdasan dan kearifan masyarakat pemilih dalam menentukan pilihanya. Kesadaran tentang pentingnya kemampuan SDM yang tinggi sebagai anggota legislatif  mutlak dibutuhkan disamping syarat-syarat yang lain. Sekedar populeritas sorang calon tidak bisa menjamin kemampuan seseorang bisa melaksanakan fungsinya sebagai legislatif  dengan baik  atau seseorang yang terpilih dikarenakan oleh kekuatan uang,  hanya akan membuat bangsa dan Negara ini semakin terpuruk.

Kita mengharapkan tahun 2014 adalah tahun pembelajaran yang baik bagi masyarakat untuk berdemokrasi. Terpilihnya anggota legislatif yang mempunyai kemampuan yang dibutuhkan sebagai anggota legislatif secara menyeluruh akan merubah performan Pemerintahan Daerah. Pemerintahan yang professional yang mempunyai kemampuan membawa masyarakat  pada kehidupan yang lebih baik sesuai dengan amanah Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945.

2. Kesenjangan Sosial

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)  Kabupaten Lima Puluh Kota tahun 2009 memperlihatkan daerah kita masih berada pada tingkat 246 dari 497 kabupaten dan kota se-Indonesia serta peringkat 12 dari 19 kabupaten dan kota di Sumatera Barat. Produk Domestik Regional Bruto (PDRM) Kabupaten Lima Puluh Kota atas dasar harga berlaku Rp 5.528 triliun dan PDRB, atas dasar harga konstan Rp 2,684 triliun, PDRB per kapita Rp 16.557.387,95 dan pertumbuhan ekonomi 5,45%. Pertanian dalam arti luas mencakup sub sektor, tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan dan perikanan memberikan kontribusi terbesar terhadap perekonomian daerah kita sebanyak 34,54%. Produk  gambir dan peternakan ayam petelur merupakan usaha dibidang pertanian yang memberikan kontribusi dua terbesar yang kemudian  diikuti oleh  usaha perikanan, kakao, dst terhadap perekonomian daerah kita.

Mendominasi usaha gambir dan peternakan ayam dalam perekonomian memang bisa membuat tinggi PDRB per kapita  kabupaten Lima Puluh Kota, walau sebenarnya belum termasuk tinggi jika dibandingkan kabupaten dan kota se-Indonesia atau kabupaten dan kota di Sumatera Barat. Data yang saya ambil dari sumber pemerintah daerah yang ekspos di media masa  seperti masih ingin menutupi dalam angka-angka yang tidak terlalu buruk ini suatu masalah dalam masyarakat kita. Dua produk unggulan yang telah mengangkat perekonomian daerah kita sebenarnya hanya dimiliki segelintir orang. Data tahun 2012  yang dikeluarkan Dinas Peternakan daerah kita, sekitar 4, 7 juta ayam ras  telah dipelihara masyarakat, yang tersebar di 13 kecamatan. Masyarakat yang dimaksud  tidak pernah dijelaskan atau diekspos secara rinci berapa jumlah mereka yang memiliki usaha tersebut. Mungkin mereka memiliki datanya, tapi tidak pernah disajikan ditengah masyarakat karena dianggap  bisa merusak performan pemerintahan. Kecamatan Mungka misalnya yang memiliki ayam sebanyak 1.400.354 ekor bisa dihitung dengan jari berapa pemilik ayam sebanyak itu. Bukan hal yang mustahil pada produk unggulan lain seperti gambir hanya dimiliki oleh segelintir orang juga. Angka yang mengatakan 51%  tenaga kerja yang mengantungkan hidupnya pada sektor pertanian porsentasi terbesarnya tidak lebih sebagai buruh di sektor usaha ini atau perdagangan di produk ini.

Ilustrasi di atas bisa dipahami bahwa ditengah-tengah masyarakat kita telah terjadi kesenjangan sosial yang sangat tajam yang berpotensi menimbulkan ketegangan sosial. Konflik horizontal  mudah terpicu dan kekecewaan masyarakat  terhadap tidak meratanya pembangunan, semakin menghilangkan  keyakinan dan kepercayaan mereka terhadap pemerintahan. Secara ekonomi sebagian masayarakat kita menilai kehidupan mereka tidak berubah, malah menjadi tidak baik setelah era reformasi. Bahkan ada yang merindukan romantisme kehidupan masa silam. Pendapat ini sepenuhnya tidak benar. Hal ini menjadi gampang muncul  kepermukaan  pengaruh dari kebebasan berbicara yang menjadi bagian dari gerakan reformasi dan harapan mereka terlanjur besar pada reformasi yang bisa membawa mereka pada kehidupan yang berkeadilan sosial.

Ketidakmampuan pemerintahan sebagai  pemain utama membawa kemaslahatan bagi masyarakat banyak tidak terlepas dari sikap mental yang dimiliki orang-orang yang berada di pemerintahan. Mental  pelaksana negara belum sepenuhnya bisa berubah sesuai tuntutan reformasi. Reformasi yang mereka pahami masih sebatas retorika, sebab  mereka masih nyaman  dengan gaya lama yang menempatkan pelaksana negara sebagai kelompok orang yang dimanjakan banyak fasilitas, penghasilan yang lebih pasti dan  status sosial yang dianggap lebih tinggi. Lebih konyol lagi terjadi peningkatan ekonomi, dll dalam masyarakat dengan gampangnya mereka meng-klaim itu sebagai prestasi kerja mereka sebagai pihak pemerintah. Saya sering sinis dengan klaim-klaim seperti itu dan bisa bertengkar sengit dengan pejabat yang ngaku-ngaku “itu berkat pemerintah yang telah menfasilitasi”.

Upaya Pemerintah Daerah kita dalam memacu pertumbuhan ekonomi memang bisa kita lihat dari perumusan RPJMD dengan jargon Trilogi Pembangunan yaitu kebersamaan, kemakmuran, dan kesejahteraan yang kemudian dirumuskan dalam bentuk Visi Jangka Menengah Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota 2011-2015 adalah “Terwujudnya kebersamaan, kemakmuran, dan kesejahteraan di Lima Puluh Kota yang bernuansa adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Strategi utama adalah menetapkan daerah satelit Sarilamak, Mungka, dan Pangkalan yang lebih dipacu pertumbuhan ekonominya. Ketiga daerah tersebut dianggap mampu mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi daerah inter line-nya.

Saya yakin dengan konsep ini bisa membawa pertumbuhan ekonomi di daerah kita, tetapi saya tidak yakin konsep ini bisa terlaksana, jika persoalan krisis kepemimpinan belum bisa dibenahi oleh bupati sebagai pucuk pimpinan. Bupati masih sibuk  dan mengunakan waktu yang sangat lama pada persoalan  membentuk pemerintah yang bersih (mungkin lebih bagus ditambahkan dengan pemerintah yang professional) dan berwibawa sesuai misi daerah point pertama. Sepanjang misi pertama ini belum tuntas misi-misi yang lainya akan sulit direalisasikan. Cukup kita bahas sampai di sini persoalan ini, jika dibahas lebih dalam lagi akan membuat buku ini menjadi sangat tebal dan saya tidak mau buku menjadi bacaan yang membosankan.   

Pemerintahan  Nagari  sebuah Solusi

Sulitnya pucuk pimpinan daerah dalam membentuk performan pemerintah dalam lingkaran kekuasaanya yang melaksanakan misi daerah, saya melihat Pemerintahan Nagari adalah salah satu solusi dari persoalan itu. Sejarah masyarakat Minangkabau yang merupakan masyarakat Sumatera Barat, jauh sebelum terbentuknya negara ini telah memiliki Nagari yang merupakan unit sosial-politik tertinggi dalam masyarakat  Minangkabau. Masyarakat yang diatur oleh Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah (ABS-SBK) telah dibuktikan bisa/sanggup membawa masyarakat Minangkabau menjadi masyarakat yang kuat dan harmonis dengan mensenergiskan kekuatan adat dengan kekuatan agama yang diwujudkan lewat suatu kesepakatan di Bukit Marapalam (Tanah Datar).

Memang babaliak ka nagari yang menjadi jargon Pemerintahan  Sumatera Barat dalam membentuk Pemerintahan Nagari saat ini ingin mengulangi kejayaan masa-masa tersebut, tetapi penggalian terhadap nilai-nilai tersebut tidak maksimal. Semestinya ada landasan hukum yang kuat sehingga konsep babalaik ka nagari  betul-betul bisa mengunakan kearifan lokal sebagai  alat utama dalam mengatur tata laksana Pemerintahan Nagari serta masyarakatnya. Ada angin segar saat ini bagi Pemerintahan Nagari kedepanya,  sesuai informasi yang disampaikan salah seorang anggota DPR RI H.Nudirman Munir, SH ketika kunjungan kerjanya sebagai Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Golkar  ke daerah Mungka  tanggal 9 Mei 2013, yaitu DPR RI saat ini sedang mengodok Undang-undang tentang otonomi daerah yang bernuangsa kearifan lokal. Mudah-mudahan rancangan ini bisa diwujudkan menjadi undang-undang, sehingga kekuatan tradisi yang terbukti bisa mengatur masyarakat bisa kita terapkan dalam kehidupan bernagari, atau dimasyarakat lain di Indonesia yang juga memiliki kearifan lokal dalam mengatur kehidupan masyarakatnya.

Adanya pemikiran pemerintahan tingkat pusat terhadap Pemerintahan Nagari saat ini sudah semestinya direspon oleh Pemerintahan Daerah Kabupaten dan propinsi untuk lebih fokus membenahi tata laksana Pemerintahan Nagari dan  memperkuat kelembagaan-kelembagaan di nagari. Peraturan Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota  Nomor 2 Tahun 20013 (terbaru tentang nagari) tentang Pemerintahan Nagari memang sudah diatur cukup baik, tapi dalam pelaksanaan masih jauh dari yang diharapkan oleh masyarakat nagari. Kewenangan sering kali tidak diikuti dengan pembiayaan yang cukup. Kewenangan pengalokasian dana cukup besar dalam APBD yang seharusnya bisa diserahkan pada  Pemerintahan Nagari tidak diberikan, bahkan kewenangan yang sebelumnya dilaksanakan oleh Pemerintahan Nagari ditarik kembali ke daerah. Alasan klasik selalu dikatakan SDM di nagari sangat kurang atau terbatas dan berisiko tinggi dalam pertanggung jawaban kerja. Jika sikap dan cara pandang pemerintah daerah dalam setiap masa sejarah perjalanan Bangsa dan Negara kita selalu seperti ini, hanya membatasi  ruang gerak Pemerintahan Nagari. Hal ini akan membuat nagari tidak berkembang dan tidak relevan dari alasan kita untuk babaliak ka nagari sebagai bentuk gerakan reformasi di Sumatera Barat.

Pengalaman saya di nagari, saya menyadari dan mengakui memang  keterbatasan SDM pelaku ditingkat Pemerintahan Nagari dan lembaga-lembaganya memang kendala terbesar di semua  nagari. Banyak alasan hal itu terjadi, terutama daya tarik generasi muda atau kaum intelektual muda nagari untuk total mengabdikan dirinya di Pemerintahan Nagari  memang sangat terbatas. Sulit merekrut generasi intelektual muda untuk total mengabdikan dirinya di Pemerintahan Nagari dan lembaga-lembaga pendukung  nagari. Alasan ini bisa dimaklumi dan sangat manusiawi, sebab penghargaan finansial  jauh dari ideal, sehingga persoalan SDM di nagari tetap menjadi masalah sampai sekarang.

Untuk mengatasi rendahnya SDM di tingkat Pemerintahan Nagari sebenarnya bisa diatasi dengan memperkuat Pemerintah Kecamatan sebagai perpanjangan tangan Bupati. Tupoksi dan wewenang Camat diperluas dan pelaksana teknis yang professional lebih dilengkapi, sesuai kebutuhan masyarakat nagari. Segala bentuk yang menjadi kekurangan di Pemerintahan Nagari sudah semestinya bisa diatasi oleh  kemampuan  Pemerintah Kecamatan. Saat ini, lemahnya kemampuan Pemerintah Kecamatan tidak terlepas dari minimnya SDM di Pemerintah Kecamatan itu sendiri. Misalnya di Kecamatan Mungka sudah semestinya tenaga benar-benar ahli dibidang peternakan, perkebunan, perikanan sudah tersedia, sehingga masyarakat nagari yang berusaha dibidang tersebut secara cepat bisa mengkomunikasikan persoalan mereka ke pemerintah untuk dicarikan solusinya.

Selain itu, kuatnya Pemerintah Kecamatan akan lebih mudah memperkuat Pemerintahan Nagari serta lembaga-lembaganya, sehingga peran pemerintah dalam rangka mewujudkan masyarakat yang lebih baik sesuai dengan amanah Pancasila dan UUD Tahun 1945 bisa dirasakan masyarakat banyak. Jika kondisi ini terjadi saya tidak mungkin sinis lagi, jika ada pidato pejabat yang meng-klaim sebuah pembangunan berkat jasa pemerintahan dan saya yakin masyarakat akan lebih mencintai pemerintahanya.

Partai Golkar  dan  Saya

Pemilu pertama masa reformasi tahun 1999 saya masuk sebuah partai yang paling reformis menurut saya waktu itu. Saya bangga  dan bersemangat berada di situ. Kebanggan saya tidak berusia lama, sebab setelah pemilu saya melihat begitu banyaknya perangai-perangai buruk yang diperlihatkan orang-orang dalam partai yang saya anggap reformis itu. Saya keluar dengan baik dan beberapa saat kemudian sempat vakum dalam kegiatan partai politik  dan berpikir mungkin partai politik bukan dunia saya.

Setelah mengaktifkan diri dalam dunia pemerintahan sebagai Wali Nagari (jabatan politis} tidak mungkin terlepas dari dunia politik. Sebelum keluar larangan kepala desa atau sebutan lain Wali Nagari di Sumatera Barat saya tertarik  mempelajari beberapa partai politik. Banyak partai saya pelajari, mulai dari partai berciri nasionalis sampai partai berciri agama. (saya tidak tertarik mempelajari partai non muslim, sebab saya muslim  dan hanya akan mengganggu aqidah sebagai penganut islam). Tetapi pada kenyataanya akhirnya saya dapat menyimpulkan partai nasionalis maupun partai agama mempunyai visi dan misi yang hampir sama, sebab undang-undang yang mengaturnya adalah undang-undang yang sama. Perbedaan hanya penekanan pada visi dan misi. Partai yang mengaku lebih islami sering juga mengaku sebagai partai yang nasionalis, dan begitu juga sebaliknya partai yang nasionalis kadangkala bisa saja  mengaku partai yang islami. Antara nasionalis dan islami hanya dibolak-balik saja letaknya.

Akhirnya saya lebih cendrung untuk merapat ke partai yang lebih nasionalis-islami, sebab melihat  kondisi masyarakat kita yang majemuk pilihan terhadap partai yang berciri nasionalis lebih realistis saat ini. Pilihan itu akhirnya tertambat ke Partai Golkar, setelah banyak mempelajari partai-partai nasionalis lainnya. Semua partai nasionalis yang saya pelajari umumnya visi dan misi mereka hampir sama saja dengan Partai Golkar dan kemudian saya menduga partai ini mungkin hanya menyadur  apa yang telah diperbuat dan dirumuskan oleh Partai  Golkar, sebab latar belakang tokoh-tokoh partai nasionalis baru tersebut umumnya  dulunya masih orang-orang Golkar juga. Daripada bergabung dengan partai yang masih mencari-cari bentuk, lebih baik bergabung dengan partai yang sudah mapan dan teruji dengan baik.

Hal yang sangat menarik bagi saya untuk bergabung dengan Partai Golkar adalah fenomena pemilu tahun 1999. Partai Golkar yang dipojokkan oleh semua partai peserta pemilu waktu itu, sebagai partai pembawa sengsara raknyat dan mengindentikkan Golkar dengan orde baru yang hancur oleh  reformasi, masih menunjukkan eksistensi yang luar biasa. Pada pemilu tersebut awalnya saya menduga  kali ini Partai Golkar akan kalah telak, tapi kenyataanya Partai Golkar masih nomor dua dalam perolehan suara nasional. Menakjubkan. Jujur saya katakan, saya adalah salah satu orang yang ikut mencaci maki Partai Golkar pada waktu itu dan orang yang ikut menakut-nakuti masyarakat  yang memakai simbol-simbol  Partai Golkar pada pemilu tahun 1999 tersebut.

Akhirnya saya menyadari Partai Golkar memang banyak dihuni oleh orang—orang yang mempunyai kapasitas luar biasa dalam berpolitik, kagum dengan ketangguhan  Akbar Tanjung  dalam membenahi Partai Golkar. Dalam jangka waktu yang pendek beliau mampu mengatur kembali barisanya dengan baik dengan semboyan ampuhnya Golkar baru dan Golkar reformasi-nya. Ketika saya mempelajari lebih dalam lagi sejarah Golkar, idealisme berdirinya Golkar memang tidak berbeda sedikitpun dengan idealisme yang saya pahami.

Saya semakin mantap di Partai Golkar, ketika menyadari Partai Golkar  adalah partai politik yang sangat profesional mengurus organisasinya, mempunyai administrasi yang lebih baik dari administrasi di pemerintahan dan mengatur dengan baik jenjang karir para  kadernya dalam dunia politik  Lebih dari itu tokoh-tokoh yang tetap dalam Partai Golkar adalah tokoh-tokoh politik yang militan dan memiliki anggota yang militan juga. Mudah-mudahan Partai Golkar menjadi kendaraan politik untuk menuju titik, dimana saya  lebih bisa memaknai hidup sebagai pelaku utama untuk memberikan kehidupan yang lebih baik dan layak bagi masyarakat banyak. Amin.

Visi dan Misi

Pikiran saya tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota pro-Masyarakat Nagari dan Pemerintahan Nagari, akan menjadi visi saya sebagai pemegang amanah masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota dengan fokus perjuangan, sebagai berikut;

  1. Membangun kekuatan Pemerintahan Nagari serta lembaga-lembaganya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, berwibawa dan profesional, berbasiskan  adat dan syara’, sehingga mempunyai kemampuan menumbuh-kembangkan ekonomi masyarakat nagari yang agraris berbasiskan teknologi tepat guna dalam rangka pencapaian masyarakat berkeadilan sosial.
  2. Menciptakan masyarakat nagari cinta pendidikan dalam rangka peningkatan Sumber Daya Manusia Masyarakat Nagari.
  3. Mempercepat pembangunan infrastruktur nagari, penataan ruang, dan lingkungan hidup yang sehat.
  4. Membangun kekuatan Pemerintah Kecamatan, sehingga mempunyai kemampuan untuk membangun Pemerintahan dan masyarakat nagari menuju masyarakat madani yang sejahtera dan bermartabat.



Hendra Triwarman
di mata tokoh dan masyarakat
                               

Amanah dalam memimpin dan bisa meterjemahkan keinginan masyarakat luas dalam bentuk kenyataan. Kebijakan politiknya tentang pemekaran  Nagari menjadi Nagari Sei. Antuan berhasil memacu tingkat ekonomi masyarakat yang sebelumnya menjadi bagian Nagari Mungka.
H. Amirulis Yakun Dt. Majo Indo
Mantan BPAN Mungka (Batu Bulan),Nagari Sei. Antuan.

Hendra Triwarman adalah tokoh yang berani menyampaikan aspirasinya yang pro-masyarakat dan Pemerintahan Nagari ke Pemerintahan Daerah. Wawasan yang dimilikinya seringkali mengaspirasi kebijakan Pemerintahan Daerah, seperti; terjadinya perubahan kebijakan tentang pelaksanaan pungutan PBB, Parik Paga Nagari, Pemekaran Nagari Sei.Antuan, Pemekaran Jorong, dll.
Resman Kamar, Mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota

Adanya Jorong Padang Koto Tuo hasil pemekaran Jorong Koto Tuo membuat masyarakat lebih bisa berkembang dan proses pembangunan fisik di Padang Koto Tuo lebih bisa dipercepat. Pada masa itulah kami mendapat hibah dari salah seorang warga  (ibu Rosmi) sebidang tanah untuk dijadikan kantor Kepala Jorong.
 Jorong Padang Koto Tuo, Nagari Mungka.

Kototinggi Kubangbalambak, basimpang jalan ka Talao. Kok kodok maaliah togak, alamat Nogori ka binaso. Ma ambiak contoh nan kasudah, ma ambiak tuah nan ka monang.
Amrisnahar, Tokoh agama, Nagari Sei Antuan.

“Badannyo ketek, akanyo panjang” Berkat usahanyalah Jorong Lubuak Simato mendapatkan SMPN No. 2 Mungka, sehingga lebih memudahkan anak-anak kami melanjutkan pendidikan mereka.
Jorong Lubuak Simato,  Nagari Sei. Antuan.

Lebih berani menyampaikan aspirasi masyarakat ke tingkat Pemerintahan yang lebih tinggi.
Ef Ramli, Tokoh masyarakat Jorong Mungka Tengah, Nagari Mungka.


Dalam kondisi yang serba sulit, beliau mampu mewujudkan terlaksananya kegiatan Pansimas di wilayah kami, sehinga masyarakat bisa menikmati air bersih sampai sekarang.
 Tokoh Masyarakat, Jr. Simpang III Kenanga, Nagari Sei.Antuan.


Sangat peduli dengan dunia pendidikan dan kami mengharapkan beliau dapat mengupayakan berdirinya SMAN di Wilayah Nagari Mungka, seperti apa yang telah dilakukanya di Lubuak Simato, Nagari Sei.Antuan mengupayakan SMPN.
Helmi Ramli, Tokoh masyarakat Jorong Mungka Tengah, Nagari Mungka.

Sebagai pemimpin peduli pada pendidikan anak nagari, ahli meredam emosi masa dan mempunyai loby ke Pemerintahan yang lebih tinggi, sehingga mampu memfasilitasi pembangunan insfrastruktur di Nagari terutama pembangunan ruas-ruas jalan di Kenagarian Mungka terutama Jorong Padang Harapan sampai ke Kecamatan Guguk.
Jorong Padang Harapan, Nagari Mungka

Karang Teruna Bunga Setangkai aktif dalam kegiatan Serikat Kopan, wirid remaja, olah raga dan juga peduli pada dunia pendidikan seperti aktif dalam usaha pembebasan tanah untuk SDN 09 Mungka dalam masa kepemimpinan Wali Nagari Hendra Triwarman.
Deddy Amir,  Ketua Karang Teruna Bunga Setangkai Nagari Mungka.

Orangnya terkenal gigih dalam memperjuangkan aspirasi Pemerintahan Nagari dan masyarakat nagari.
 Nagari Simpang Kapuak.

Mampu menorganisir masyarakat petani dalam kelompok-kelompok tani yang kompak dan berprestasi.
Fahlin Zetra, Mantan Ketua Parik Paga Nagari Mungka.

Kehidupan ekonomi masyarakat lebih lancar, keamanan terjaga dan kenakalan remaja  bisa dibendung ketika Wali wak ko menjadi Wali Nagari di Mungka.
Armen Dt. Rajo Mangun, Tokoh Niniak Mamak Nagari Mungka

Mempunyai konsep yang jelas tentang nagari.
Efendi, Mantan Wali Nagari Jopang Manganti.

Memiliki idealisme, bertekad kuat untuk merealisasikannya, serta tahu arah yang akan ditempuh untuk mewujudkannya..
Tokoh Perantau Nagari Mungka di Bandung.

Mengidentifikasi dengan baik persoalan-persoalan yang muncul dalam kelompok kaum adat dan mempunyai garis perjuangan yang jelas dari permasalahan adat-istiadat itu sendiri.
Drs.I. Dt. Paduko Tuan, Ketua KAN Mungka.

Sebagai pemimpin mampu memberdayakan perangkatnya dengan baik untuk kemajuan masyarakat nagari. Antara perangkat nagari terbina hubungan yang harmonis terutama antar Kepala Jorong yang ada.
Maizar, Caleg DPRD Kabupaten Lima Puluh Kota, Partai PKS.

Sebagai pemimpin sangat menghormati perangkatnya.
 Nagari Mungka.

Mampu menjalin komunikasi yang baik dengan segala lapisan masyarakat.
H.WB. Dt.Bagindo Majo, Jorong Koto Baru Nagari Mungka

Memiliki tekad yang kuat dalam memperjuangkan  Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah (ABS-SBK) sebagai landasan berpikir dan bertindak masyarakat nagari.
D. Dt.Angkat Dirajo,  Tokoh Niniak Mamak Mungka

Mempunyai keahlian dalam komunikasi politik dan konsisten dalam bertindak.
Nagari Simpang Kapuak.

Selama memimpin Nagari Mungka mampu menjaga kekompakkan pemuda.
Budianto, Mantan Kepala Jorong Mungka Tengah, Nagari Mungka

Sebagai Wali Nagari mampu menyatukan pemuda nagari berkerjasama dengan kompak menciptakan keamanan nagari.
Erial (Mantan Parik Paga Nagari), Nagari Sei. Antuan

Dalam penampilan yang sederhana memiliki kemampuan yang luar biasa dalam memimpin nagari.
Ardi Putra, Mantan Kepala Jorong Bukik Togang, Simpang Kapuak

Sebagai Wali Nagari mampu menciptakan keamanan nagari dan meredam kenakalan remaja.
Armen (Mantan Parik Paga Nagari), Nagari Sei.Antuan

Kekuatan pemuda sebagai Parik Paga untuk Nagari betul-betul bisa dibuktikan semasa kepemimpinanya. Parik Paga Nagari tidak hanya bisa mengatasi masalah sederhana, tetapi juga bisa membantu polisi dalam kasus narkoba dan tindak kriminal lainya.
Opsti Muliadi Ingkiriwang  (mantan Parik Paga Nagari), Padang Koto Tuo, Nagari Mungka


Sebagai pemimpin berani mengambil tindakan dan jujur.
Emtazul Rusid, Pengusaha Nagari Mungka.

Dalam penampilan yang sederhana mempunyai kepribadian yang kuat dan berani membuat keputusan dalam kondisi sulit.
Afdal Ssi, Mantan KPU Kab. Lima Puluh Kota

Mempunyai kemampuan komunikasi yang baik, realistis dalam berpikir, dan memiliki etika dalam berpolitik
Della Ermaifa, S.Psi, Caleg DPRD Lima Puluh Kota Dapil 3 (Pangkalan)

Sebagai pelaku di dunia wira usaha mampu menyerap tenaga kerja masyarakat sekitar berdasarkan kerjasama yang saling menguntungkan.
Jorong Mungka Tengah, Nagari Mungka.

Pada kepemimpinanyalah KUN Mungka mendapat kejayaanya. Banyak kegiatan koperasi dapat bantuan dari dana-dana Provinsi dan Pusat disebabkan kemampuan loby-nya  ke Pemerintah yang lebih tinggi
Mardiani, Sekretaris KUN Mungka.

Pribadi yang bisa masuk di segala kelompok lapisan masyarakat dan mempunyai perhatian pada persoalan-persoalan dalam masyarakat.
Nursal, Pemuda Jorong Mungka Tengah, Nagari Mungka.

Sebagai pemimpin bisa bersikap tegas mempertahankan kebenaran, tanpa merusak persatuan dan kesatuan dalam masyarakat.
Ilka Putra, anggota BAMUS Nagari Mungka

Pandai memberi semangat kerja para perangkatnya dan sangat memperhatikan kebutuhan kerja perangkatnya.
 Jorong Koto Baru, Nagari Mungka.

Enda adalah pribadi yang sederhana, mencintai keluarga, pengabdian yang tinggi kepada orang tua, dan sangat peduli pada lingkungan sekitarnya.
H. Ujang Malik, SE, Pengusaha di Pekanbaru

Pribadi yang humoris dan mempunyai pengabdian yang besar terhadap orang tua.
Ir. Atra, Perantau Mungka di Pekanbaru

Orang yang berbakat seni terjun ke dunia politik, tentu akan menjadi politikus yang lebih berbudaya.
Yurtati BA, BAMUS Nagari Talang Maur

Bangga sebagai petani, walau mempunyai pendidikan yang cukup tinggi.
, Nagari Talang Maur




Daftar Bacaan

  1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Nagari.
  2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik (Dalam Satu Naskah)
  3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa
  5. Peraturan  Pemerintah Nomor 38  Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Nagari Provinsi dan Pemerintahan Nagari Kabupaten/Kota
  6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pembentukkan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa
  7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2006 Tentang Pedoman Administrasi Desa
  8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2006 Tentang Pedoman Tentang Perencanaan Pembangunan Desa.
  9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pembentukkan Produk Hukum Daerah.
  10. Peraturan Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota  Nomor 1 Tahun 2001 Tentang Pemerintahan Nagari
  11. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan Nagari.
  12. Peraturan Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Nomor 10 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Nagari.
  13. Peraturan Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Pokok-pokok Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
  14. Peraturan Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Nagari.
  15. Peraturan Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Tugas Pokok dan Fungsi Perangkat Nagari.
  16. Peraturan Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota  Nomor 2 Tahun 20013 Tentang Pemerintahan Nagari
  17. Gusti Asnan, Kamus Sejarah Minangkabau, Pusat Pengkajian Islam dan Minangkabau, 2003
  18. Artikel Penelitiaan ANALISIS EKONOMI BASIS SEKTOR PERIKANAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA,PROVINSI SUMATERA BARAT, TOMI RAMADONA, Fakulatas Perikanan dan Ilmu Kelautan , Universitas Riau, Pekanbaru tahun 2009
  19. Artikel Erman Safril DAMPAK SOSIAL KEBERADAAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA WILAYAH PEMUKIMAN DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA
  20. Hasil Munas VIII Partai Golkar tahun 2009
  21. Materi Oriantasi Fungsionaris Pusat Partai Golongan Karya , Lembaga Pengelola Kaderisasi Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar tahun 2012.
  22. Hasil Sensus Penduduk tahun 2012, Badan Statistik Kabupaten Lima Puluh Kota.
Pro- Masyarakat dan Pemerintahan Nagari
Drs. Hendra Triwarman

Calon Legislatif DPRD Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2014
Partai Golkar No.5

Nomor Urut 7

Daerah Pemilihan Mungka-Guguk-Harau